Manado – pelopormedia.com ||Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) RAKO mengingatkan bahwa staf khusus dan staf ahli yang terlibat dalam aktivitas politik atau “cawe-cawe” dalam Pilkada berpotensi menghadapi ancaman pidana. Hal ini diatur dalam Pasal 280 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang melarang pelaksana, peserta, dan tim kampanye untuk menggunakan fasilitas pemerintah serta melibatkan pejabat negara dan aparatur sipil negara (ASN) dalam kampanye.
Menurut LSM RAKO, pengaturan tersebut bertujuan untuk mencegah penyimpangan dan manipulasi yang mungkin terjadi selama kampanye, terutama ketika melibatkan pihak-pihak yang memiliki posisi strategis dalam pemerintahan. “Posisi staf khusus dan tenaga ahli sangat krusial. Mereka memiliki pengaruh besar dalam posisi publik yang diemban, dan tidak jarang dalam kasus korupsi, staf khusus serta tenaga ahli memanfaatkan pengaruh tersebut untuk praktik-praktik yang melanggar hukum,” ujar perwakilan LSM RAKO.
RAKO menyatakan bahwa seharusnya pengaturan larangan kampanye dalam Pasal 280 juga berlaku mutatis mutandis bagi staf khusus dan tenaga ahli yang anggarannya bersumber dari keuangan negara dan bertanggung jawab atas kepentingan publik. Dengan demikian, keterlibatan mereka dalam aktivitas politik dapat dipidanakan sesuai aturan yang berlaku.
“Sebagai tenaga ahli yang direkrut berdasarkan kepakaran, sudah semestinya mereka fokus bekerja penuh waktu dalam tugas yang berorientasi pada kepentingan publik, bukan justru terlibat dalam politik partisan atau kampanye pemilu yang rawan dipolitisir,” tegas juru bicara LSM RAKO.
RAKO menekankan bahwa staf khusus dan tenaga ahli harus bekerja sesuai dengan tugas dan fungsi mereka tanpa memanfaatkan posisi untuk kepentingan politik. Mereka diharapkan dapat menjaga integritas jabatan dan menghindari kegiatan yang dapat merugikan proses demokrasi serta mencederai kepercayaan publik.
Pernyataan ini menjadi peringatan keras menjelang Pilkada di berbagai daerah, di mana potensi penyalahgunaan wewenang oleh staf-staf pemerintahan dapat mencoreng integritas pemilu dan demokrasi di Indonesia.**(red)