Bitung — pelopormedia.com — Keluarga besar ahli waris Cores Tampi Sompotan tak henti-henti memperjuangkan hak atas tanah yang telah diperjuangkan sejak 1965.
Persoalan ini berawal dari tanah yang dahulu diduduki oleh Perum Pelabuhan IV Kelas II Cabang Bitung dan menjadi sengketa berkepanjangan hingga saat ini.
Keluarga ahli waris Cores Tampi Sompotan menegaskan bahwa mereka telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht) atas tanah tersebut melalui serangkaian putusan pengadilan sejak 1987.
Putusan dimulai dari Pengadilan Negeri Manado nomor 191/Pdt/1987.G/PN Manado, yang menyatakan tanah tersebut adalah milik sah Cores Tampi Sompotan.
Putusan tersebut dikuatkan di tingkat Pengadilan Tinggi Manado nomor 154/Pdt/1988/PT.Mnd, Mahkamah Agung nomor 2286 K/Pdt/1989, hingga Peninjauan Kembali nomor 137 PK/Pdt/1994.
Pada 2004, Pengadilan Negeri Bitung telah melakukan eksekusi atas tanah tersebut berdasarkan Penetapan nomor 12/Pen.Pdt.G/2004/PN.BTG.
Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) nomor 01 tahun 2004 atas nama Julianus Sompotan dkk diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sulawesi Utara melalui Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah BPN nomor 12-550.1-18-2004.
Namun, permasalahan muncul kembali ketika Alm Fien Sompotan, pihak lain yang masih memiliki hubungan keluarga dengan Cores Tampi Sompotan, mengajukan gugatan serupa pada tahun 1996 dan 2002.
Gugatan yang diajukan di Pengadilan Negeri Manado dan Bitung tersebut akhirnya ditolak.
Meski demikian, pada 2012, Mahkamah Agung mengabulkan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Fien Sompotan dengan nomor 520 PK/Pdt/2012, yang kemudian menjadi dasar penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) nomor 529 tahun 2017 atas nama Fien Sompotan.
Keluarga ahli waris Cores Tampi Sompotan menyebut bahwa sertifikat yang diterbitkan atas nama Fien Sompotan tidak sah karena didasarkan pada dokumen yang diduga palsu.
Kasus pemalsuan tersebut telah dilaporkan ke Polda Sulawesi Utara dengan nomor laporan LP/484/VII/2019/SULUT/SPKT.
Alm Fien Sompotan sendiri sempat ditetapkan sebagai tersangka dan menjalani tahanan selama 50 hari sebelum meninggal dunia pada 2021.
Saat ini, tanah tersebut menjadi bagian dari proyek pembangunan Gerbang Tol Bitung-Manado, dan dana ganti rugi sebesar Rp 53 miliar telah dititipkan di Pengadilan Negeri Bitung berdasarkan Penetapan nomor 27/Pdt.Kon/2019/PN.BTG.
“Kami sangat dirugikan oleh terbitnya sertifikat tersebut, dan kami berharap pihak berwenang dapat membantu menyelesaikan masalah ini secara adil,” ujar Merry perwakilan keluarga ahli waris Cores Tampi Sompotan.
Keluarga ahli waris menyatakan kesiapan mereka untuk hadir memberikan penjelasan serta menyerahkan bukti-bukti pendukung kepada pihak berwenang demi menyelesaikan sengketa yang telah berlangsung puluhan tahun ini.**(IC)