Bekasi,pelopormedia.com – Lembaga Kemanusiaan Internasional Human Trafficking Watch (HTW) melaporkan bahwa 22 perusahaan tenaga kerja di Malaysia, yang memiliki Suruhanjaya Syarikat Malaysia (SSM), diduga terlibat dalam praktik penipuan yang mengeksploitasi Pekerja Migran Indonesia (PMI) atau Tenaga Kerja Indonesia (TKI).
Perusahaan-perusahaan ini terlibat dalam modus operandi terkait program Rekalibrasi Tenaga Kerja (RTK) yang menjanjikan pengurusan visa kerja atau perpanjangan visa kerja dengan biaya tinggi.
Menurut Patar Sihotang SH, MH, Ketua Umum HTW, korban penipuan ini mayoritas berasal dari Indonesia, dengan jumlah yang diperkirakan mencapai ribuan orang.
Modus operandi yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan tersebut adalah menawarkan layanan pengurusan visa kerja dengan iming-iming dapat memperpanjang izin kerja melalui program RTK, dengan syarat korban menyerahkan paspor dan sejumlah uang yang sangat besar, mulai dari RM 6.000 hingga RM 10.550 (sekitar Rp 20 juta hingga Rp 30 juta).
Patar Sihotang mengungkapkan bahwa banyak PMI/TKI yang menjadi korban, namun mereka malah berisiko ditangkap oleh Imigrasi Malaysia karena tuduhan tidak memiliki izin kerja yang sah.
Banyak dari mereka yang juga mengalami kerugian besar akibat penipuan ini. Paspor internasional milik PMI/TKI pun ditahan oleh pihak majikan perusahaan tenaga kerja bersama uang yang sudah disetorkan untuk biaya visa kerja.
Dewi Kholifah, Ketua Perwakilan HTW Malaysia, menambahkan bahwa banyak PMI/TKI yang tertangkap dan dituduh melanggar hukum karena tidak memiliki izin tinggal yang sah, meskipun mereka sudah memenuhi semua persyaratan yang ditetapkan oleh pemerintah Malaysia untuk mengikuti program RTK.
Program ini seharusnya hanya berlaku untuk sektor-sektor tertentu seperti industri manufaktur, pertanian, dan layanan, dan dapat diikuti oleh pekerja asing yang memenuhi syarat yang ketat.
Pada konferensi pers yang digelar HTW di kantor pusat mereka di Bekasi, Patar Sihotang menegaskan bahwa Lembaga HTW telah melaporkan kasus ini ke Kepolisian Diraja Malaysia (PDRM), khususnya ke IPD PJ Selangor D.E. Malaysia, setelah menerima laporan dari 12 korban yang terlibat dalam penipuan ini. Namun, menurutnya, jumlah korban yang sebenarnya mencapai hampir 2.000 orang.
Laporan ke polisi akan dilanjutkan pada bulan November 2024 di 15 lokasi berbeda di Malaysia, termasuk Kuala Lumpur, Selangor, Johor Bahru, Pahang, Perak, dan Kedah.
Lembaga HTW memberikan apresiasi kepada PDRM yang telah menerima laporan dari korban dan berkomitmen untuk terus mengejar perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam penipuan ini hingga ke meja hijau.
Patar Sihotang menegaskan bahwa jika perusahaan-perusahaan tersebut tidak bekerja sama untuk mengembalikan paspor dan uang yang telah diambil dari korban, HTW akan membawa mereka ke pengadilan.
Dewi Kholifah menambahkan bahwa, sebagai perwakilan Lembaga HTW, mereka akan terus memperjuangkan hak-hak PMI/TKI yang menjadi korban dari praktik ilegal ini. Ia mengimbau agar para pekerja migran Indonesia tidak mudah percaya dengan janji-janji palsu dari calo atau perusahaan tenaga kerja yang tidak bertanggung jawab. “Jangan sampai menjadi korban perdagangan orang,” tegas Dewi.
Patar Sihotang juga mengungkapkan bahwa pihaknya akan mengirimkan surat kepada Presiden dan Menteri Luar Negeri Indonesia untuk meminta kerjasama dengan Pemerintah Malaysia, terutama dalam menertibkan perusahaan-perusahaan tenaga kerja yang terlibat dalam penipuan.
Selain itu, HTW juga mengusulkan agar patroli bersama dilakukan di Selat Malaka untuk mencegah perdagangan manusia dan PMI/TKI yang menggunakan jalur ilegal.
Patar Sihotang mengakhiri konferensi pers dengan mengimbau agar pemerintah kedua negara segera menangani masalah ini secara tegas. “Kami berharap penegakan hukum yang adil dan tidak memihak, serta perlindungan bagi pekerja migran Indonesia yang menjadi korban,” ujarnya.
Hans