Pohuwato,pelopormedia.com — Ratusan bahkan ribuan langkah kaki mungkin akan menggema di sepanjang garis pantai dan jalan-jalan utama Pohuwato dalam ajang “Pohuwato Half Marathon 2025” yang akan di gelar besok hari (14 Juni 2025) dalam momentum HUT ke-53 Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Pohuwato yang di inisiasi oleh organisasi tersebut. Namun, di balik gemuruh euforia dan semangat sportivitas, realitas lain mengintai: kompleksitas masalah lingkungan dan pembangunan yang belum terselesaikan.
Acara ini mungkin akan sukses mengundang lebih dari ratusan sampai ribuan peserta dari berbagai tempat, dengan dukungan penuh dari pemerintah daerah. Selain mempromosikan gaya hidup sehat dan potensi wisata Pohon Cinta, marathon ini juga menjadi simbol kemajuan dan keterbukaan daerah terhadap event berskala besar.jumat 13/6
Namun, tidak sedikit pihak yang menilai gelaran ini justru menutupi sejumlah persoalan mendesak yang berkaitan dengan tata kelola lingkungan dan pembangunan berkelanjutan di wilayah Pohuwato.
“Kami bukan menolak kegiatan positif seperti ini. Tapi kita tidak boleh melupakan bahwa di balik perayaan ini ada warga yang terdampak tambang, kesenjangan pembangunan, hingga krisis air bersih,” kata Jumardin, aktivis yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Melawan (AMM).
Berbagai konflik pembangunan telah mencuat dalam beberapa tahun terakhir di Pohuwato. Isu paling menonjol adalah ekspansi pertambangan emas tanpa izin (PETI) yang berdampak pada pencemaran sungai, air bersih dan masalah lingkungan.
Jumardin, menilai acara marathon ini menjadi momen yang paradoksal. “Kita merayakan gerakan fisik di alam terbuka, sementara alamnya sendiri sedang tergerus. Ini seperti berpesta di tengah reruntuhan yang tidak terlihat oleh tamu undangan,” ujarnya.
Di media sosial, tagar bertebaran masalah lingkungan yang terjadi di Pohuwato muncul bersamaan dengan agenda Pohuwato Half Marathon menunjukkan polarisasi pandangan publik. Sebagian netizen memuji penyelenggaraan event olahraga ini, sementara lainnya mengingatkan agar euforia tidak menjadi pengalihan perhatian dari isu-isu mendesak yang lebih berdampak luas.
Momen ini seakan memperjelas wajah ganda Pohuwato: satu sisi menampilkan kemajuan dan keterbukaan terhadap dunia luar, sisi lainnya memperlihatkan betapa urgennya agenda lingkungan dan keadilan sosial yang belum terselesaikan.
Peluang Rekonsiliasi antara Pembangunan dan Kelestarian
Kehadiran ratusan bahkan ribuan peserta dan tamu undangan memang memberikan dorongan ekonomi instan bagi pelaku usaha lokal, seperti penginapan, warung makan, dan UMKM. Namun bagi sebagian warga yang terdampak proyek pembangunan besar, manfaat ekonomi ini dianggap tidak sebanding dengan kerugian jangka panjang terhadap lingkungan hidup.
Salah satu contohnya adalah warga di Kecamatan Popayato, yang mengaku sulit mendapatkan air bersih akibat tercemarnya sumber mata air karena aktivitas tambang ilegal. “Kami minta pemerintah tidak hanya sibuk dengan pencitraan, tapi juga turun melihat langsung kondisi kami,” keluh Jumardin.
Antara Simbolisme dan Tindakan Nyata
Pohuwato Half Marathon mungkin telah berhasil mempersatukan masyarakat dalam semangat olahraga dan pariwisata. Tapi euforia ini juga menyisakan pertanyaan penting: apakah perayaan ini akan diikuti oleh langkah-langkah nyata untuk menyelesaikan masalah yang lebih mendasar?
Jumardin menegaskan event tahunan ini tidak hanya menjadi ajang lari, tetapi juga menjadi simbol pergerakan kolektif untuk menjaga ruang hidup bersama. Usulan seperti penanaman pohon massal pasca-lomba, pelibatan pelari dalam kampanye lingkungan, hingga transparansi anggaran pembangunan mulai digaungkan.
“Lari boleh cepat, tapi pembangunan harus tepat. Jangan sampai kita terus berlari meninggalkan mereka yang terdampak di belakang,” kata Jumardin.
Penutup: Jalan Panjang Pohuwato
Pohuwato saat ini berada di persimpangan antara mengejar kemajuan dan mempertahankan keberlanjutan. Kemeriahan marathon telah menampilkan sisi optimis dari wajah daerah, namun peringatan dari alam dan suara masyarakat lokal tak bisa terus-menerus diabaikan.
Jika dikelola dengan bijak, Pohuwato bisa menjadi contoh bagaimana olahraga, pariwisata, pembangunan, dan pelestarian lingkungan dapat berjalan beriringan. Tapi itu semua mensyaratkan satu hal yang mendasar: keberanian untuk mendengar suara-suara yang selama ini mungkin terpinggirkan.(**)