Ratatotok, Minahasa Tenggara – pelopormedia.com || Aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) di lahan sengketa milik eks PT. Borneo Jaya Emas di wilayah Alason, Desa Ratatotok, terus berlangsung, meski sebelumnya telah dilaporkan ke pihak kepolisian.
Masyarakat setempat mulai mempertanyakan sikap aparat penegak hukum yang dinilai diam dan terkesan membiarkan aktivitas ilegal tersebut terus berjalan. John Kairupan, pemegang kuasa jaga yang juga keponakan dari Robert Karepowan selaku pemegang kuasa penuh atas lahan tersebut angkat bicara soal aktivitas yang dinilai melawan hukum itu.
“Awalnya sejak bulan maret lalu sampai saat ini kami sudah 3 ( tiga ) kali naik ke lokasi memberi somasi lisan sebagai peringatan langsung kepada oknum PETI dan om ( paman saya ) juga telah melakukan pelaporan resmi melalui telepon dan WA kepada Polres Mitra dalam hal ini Kasat Serse serta juga melalui pemberitaan di media, agar tidak ada aktivitas apapun di lahan tersebut karena masih dalam proses hukum

Jika peringatan kami terus diabaikan, maka kami akan mengambil tindakan tegas termasuk penghentian langsung dan pengeluaran secara paksa terhadap oknum-oknum yang masih beraktivitas,” tegas John.
John juga menjelaskan bahwa berdasarkan surat kuasa yang ia pegang, dirinya berhak menjaga dan melindungi lahan tersebut dari pihak lain yang tidak berwenang.
“Dalam surat kuasa jelas disebutkan bahwa saya sebagai penerima kuasa berhak melarang pihak lain melakukan aktivitas apapun di lahan tersebut, bahkan diberi wewenang untuk mengeluarkan mereka secara paksa,” namun sebelum kami naik lokasi, kami akan melaporkan dulu mendatangi Polsek Ratatotok memberitahukan, dan berharap ada pengawalan polisi,,,tambahnya.
Informasi yang diperoleh menyebutkan bahwa lahan tersebut diduga kini masih dikelola oleh oknum HA alias Hendra Angriwan bersama kelompoknya yang berperan sebagai investor ilegal dalam aktivitas PETI. Mereka diduga bekerjasama dengan oknum notaris GS alias Grace, meskipun status hukum lahan tersebut masih dalam proses penyidikan.
Fakta lainnya, lahan yang digunakan untuk aktivitas tambang tersebut saat ini masih dalam status sengketa hukum dimana Surat Ukur Tanah Reg. No: 763/SU/GT/RTS/I/2018 tertanggal 29 Januari 2018 atas nama Grace Sarendatu, telah disita oleh penyidik dan menjadi barang bukti dalam kasus dugaan pemalsuan dokumen surat Ukur tanah.
Kasus ini sendiri tercatat dalam Laporan Polisi Nomor: LP/B/403/VIII/2021/Sulut/SPKT, tertanggal 26 Agustus 2021. dgn Pelapor Robert Karepowan. Tokoh utama dalam kasus ini adalah GS alias Grace, yang diketahui adalah seorang Notaris dan telah lama berstatus tersangka bersama sama dengan mantan Kepala Desa Ratatotok satu Stien Purayow (Pembuat Surat Ukur) dan Boy Tarore.
Walaupun berkas perkaranya sudah dikirimkan kembali Penyidik ke Kejaksaan Tinggi namun masih dikembalikan lagi di bawah tangan berdasarkan Berita Acara koordinasi ke penyidik Kriminal Umum Polda Sulawesi Utara untuk dilengkapi, proses koordinasi antara Jaksa dan penyidik masih terus berjalan. Ironisnya, di tengah proses hukum tersebut, aktivitas pertambangan justru tetap berlangsung di lokasi lahan yang disengketakan.
Lebih mencengangkan lagi, oknum-oknum yang tidak memiliki kaitan hukum maupun kepemilikan sah atas lahan kini diduga menguasai dan mengeksploitasi area tambang emas secara ilegal
Hingga berita ini tayang belum ada keterangan resmi dari pihak terkait dalam pemberitaan redaksi menunggu hak jawab maupun klarifikasi **(red)