Tanpa PKKPR Dan Tak Sesuai RTRW, Tambang Raksasa Di Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo Di Kecam Warga

oleh -129 Dilihat

Hulawa,pelopormedia.com ||
Aktivitas pertambangan oleh PT PETS, PT PBT, dan PT GSM di wilayah Desa Hulawa, Kecamatan Buntulia, Kabupaten Pohuwato, menuai gelombang penolakan dari masyarakat. Warga menyuarakan kekhawatiran dan kemarahan atas dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh ketiga perusahaan tersebut, terutama terkait absennya dokumen legalitas dan dampak lingkungan yang dirasakan langsung oleh penduduk sekitar.

Ketiga perusahaan tersebut diduga kuat beroperasi tanpa memiliki Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKKPR), yang merupakan syarat mutlak dalam penerbitan izin usaha pertambangan. Hal ini bertentangan dengan Pasal 14 Ayat (1) PP No. 21 Tahun 2021, yang secara tegas mewajibkan setiap kegiatan pemanfaatan ruang harus memiliki kesesuaian dengan tata ruang.

Tanpa PKKPR, maka Izin Usaha Pertambangan (IUP), maupun Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) yang diklaim dimiliki perusahaan menjadi ilegal dan cacat hukum secara formal. Meski fakta ini terang-benderang, warga menilai pihak perusahaan tetap beroperasi dengan perlindungan diam-diam dari aparat dan pembiaran oleh pemerintah.

Bahkan, permohonan perubahan kawasan hutan oleh PT PBT diketahui telah ditolak secara resmi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Surat No. S.499/MENLHK-PKL/REN/PLA/0/12/2019. Area yang dimohonkan itu justru telah ditetapkan dan dikelola oleh Lembaga Pengelola Hutan Desa (LHD) Hulawa, yang memiliki fokus pada konservasi dan kesejahteraan masyarakat.

Baca juga  Wahyu Mustiko, Peserta KKN Kebangsaan XIII 2025, Tanamkan Semangat Nasionalisme di SDN 24 Bajeng, Pangkep

Ironisnya, kegiatan eksplorasi dan produksi oleh ketiga perusahaan justru terus berlangsung, meski belum ada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang menetapkan wilayah tersebut sebagai kawasan pertambangan.

Padahal menurut peraturan yang berlaku, seperti:

UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,

UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba),

dan PP No. 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang,

Izin usaha pertambangan tidak dapat diterbitkan apabila belum terdapat RTRW kabupaten/provinsi/nasional yang menetapkan kawasan tersebut sebagai area pertambangan. Tanpa itu, tidak mungkin ada PKKPR, dan konsekuensinya, semua izin turunan seperti IUP, IPPKH, maupun izin lingkungan tidak dapat diterbitkan secara sah.

RTRW Pohuwato yang saat ini berlaku, yakni Perda No. 8 Tahun 2012 (berlaku sampai 2032), dan RTRW Provinsi Gorontalo (Perda No. 4 Tahun 2011) yang berlaku hingga 2030, tidak pernah menyebut wilayah Panua dan Pani sebagai kawasan pertambangan. Lalu, berdasarkan tata ruang mana PT PETS, PT GSM, dan PT PBT mengklaim legalitas aktivitasnya?

Lebih memprihatinkan, kegiatan pertambangan dilakukan sangat dekat dengan permukiman warga dan fasilitas publik, termasuk SD Negeri 04 Buntulia. Tidak ada sosialisasi, tidak ada publikasi dokumen lingkungan, dan warga dibiarkan dalam ketidaktahuan atas potensi bahaya dari aktivitas tersebut. Akhirnya :

Baca juga  Manuver Dirut PD Pasar Manado Diduga Lecehkan Upaya Pemberantasan Korupsi Polda Sulut

Debu yang mengganggu pernapasan dan kenyamanan warga,

Kebisingan yang mengganggu aktivitas belajar-mengajar dan istirahat,

Dokumen AMDAL atau UKL-UPL tidak pernah dipublikasikan, sehingga masyarakat tidak bisa memantau dampak dan mitigasi.

Dalam situasi seperti ini, masyarakat menilai bahwa yang sedang diuji bukan hanya regulasi, tapi integritas negara dalam menegakkan hukum dan keadilan.

“Apakah hukum hanya berlaku untuk rakyat kecil?
“Apakah keselamatan warga lebih rendah dari kepentingan investasi?”
“Apakah surat resmi kementerian bisa dianggap angin lalu oleh perusahaan?”

Warga Desa Hulawa menyatakan sikap tegas dan mendesak:

1. Penghentian segera seluruh aktivitas tambang oleh PT PETS, PT GSM, dan PT PBT hingga ada evaluasi menyeluruh dari instansi teknis.

2. Audit lingkungan independen terhadap seluruh kegiatan pertambangan yang telah dan sedang berlangsung.

3. Pembukaan dokumen lingkungan (AMDAL dan UKL-UPL) kepada publik agar transparansi terjamin.

4. Penegakan hukum tanpa pandang bulu, termasuk kepada perusahaan dan oknum pemerintah yang membiarkan pelanggaran terjadi.

 

Hingga berita ini diterbitkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak perusahaan maupun pemerintah daerah terkait tuntutan warga. Rakyat menunggu, bukan hanya klarifikasi — tetapi tindakan tegas yang berpihak pada hukum dan keselamatan masyarakat.

Yuk! baca berita menarik lainnya dari Pelopor Media di saluran WHATSAPP

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.