
MINSEL,PELOPOR MEDIA – Galian C merujuk pada kegiatan penambangan mineral non-logam dan batuan seperti pasir, batu, dan tanah, yang sering menjadi material utama pada proyek-proyek pemerintah.
Penggunaan izin galian C yang tidak sah dapat merugikan negara bahkan proyek pemerintah, sehingga sangat penting bagi perusahaan dan kontraktor untuk memiliki izin resmi dengan mematuhi regulasi yang berlaku, tujuannya untuk kelancaran pekerjaan serta lewat kegiatan yang ada daerah mendapatkan kontribusi terhadap pendapatan daerah itu sendiri.
Keberadaan Galian C yang ada di Kelurahan Buyungon Kecamatan Amurang menjadi perhatian serius banyak pihak, pasalnya meskipun tanah diberikan secara gratis oleh Pemerintah Kelurahan namun tanah galian tersebut diduga dijadikan ladang bisnis pada salah proyek Pemerintah yang sementara berlangsung di Kelurahan Ranoyapo
Belum lagi, posisi praktek ilegal yang di larang oleh UU tersebut berada di sekitaran Kota Amurang bahkan melewati pemungkiman warga, sehingga berdampak buruk bagi masyarakat mulai dari rusaknya infrastruktur yang dibangun menggunakan anggaran negara juga kesehatan masyarakat pun bisa terganggu akibat debu dari matrial tanah yang diangkut oleh kendaraan
Lurah Buyungon Kecamatan Amurang Denny Ulaan kepada Pelopor Media menjelaskan, tanah yang ada dilokasi galian diberikan secara gratis kepada pihak yang bekerja, Selasa (4/11/2025)
” Kami kelurahan tidak mengambil seperpun keuntungan dari tanah tersebut, sebab itu diberikan secara gratis, tujuannya agar supaya lahan Pekuburan milik warga bisa menjadi luas mengingat kapasitas lahan Pekuburan saat ini kurang memadai” ucapnya
Ulaan juga menegaskan galian tersebut tidak memiliki Ijin resmi, hanya ada kesepakatan bersama dari Pihak perusahan dan LPM Buyungon.
Berdasarkan aturan Pemerintah pengurusan galian C khusus tanah harus memiliki Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP), diikuti dengan perizinan eksplorasi dan operasi produksi. serta syarat tambahan berupa fotokopi KTP dan NPWP, rencana teknis tambang, serta surat pernyataan terkait status tanah dan tetangga.
Dan adapun sanksi yang diberlakukan yaitu sanksi pidana sesuai Pasal 158 UU Minerba (Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020), yaitu penjara maksimal 5 tahun dan/atau denda maksimal Rp 100 miliar. Sanksi ini juga berlaku bagi pemasok, penadah, dan pihak lain yang terlibat atau menggunakan hasil tambang ilegal. Selain itu, bisa dikenakan sanksi administratif seperti penghentian izin operasi dan/atau perampasan barang serta keuntungan yang diperoleh.
Hingga berita ini di tayangkan pihak Polres Minahasa Selatan sendiri, belum sempat di mintai keterangan akan keberadaanya aktifitas tersebut. (M06)
