TOMOHON — pelopormedia.com — Menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang akan berlangsung pada November mendatang, pengelolaan aset di Kota Tomohon yang berada di bawah kepemimpinan Wali Kota Carol Senduk menjadi sorotan tajam.
Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) wilayah Sulawesi Utara mengungkapkan sederet ketidaktertiban dalam pengelolaan keuangan daerah yang menjadi bukti nyata kegagalan Wali Kota dalam membangun Kota Tomohon.
Laporan BPK menyebutkan bahwa Pemerintah Kota Tomohon telah gagal mengelola kas daerah, di mana saldo kas yang tercatat pada neraca per 31 Desember 2023 merosot tajam dari Rp50,2 miliar menjadi hanya Rp20,9 miliar.
Penurunan sebesar Rp29,3 miliar ini mencerminkan ketidakmampuan pemerintah dalam menjaga stabilitas keuangan daerah.
Kondisi ini menjadi titik kritis yang diangkat oleh BPK, di mana beberapa penerimaan daerah terlambat disetor ke kas daerah, menambah daftar panjang masalah yang dihadapi kota Bunga tersebut.
• Kas Bendahara Penerimaan: Lambat dan Beresiko
Salah satu temuan paling mencolok dari BPK adalah keterlambatan penyetoran penerimaan daerah ke kas daerah.
Pada akhir tahun 2023, saldo di Bendahara Penerimaan hanya mencapai Rp11,5 juta, yang terdiri dari pendapatan retribusi pelayanan kesehatan, persampahan, dan terminal.
Tercatat ada 40 transaksi dengan total nilai Rp13,7 juta yang disetorkan lebih dari satu hari setelah diterima, bahkan ada yang mencapai lebih dari lima hari keterlambatan.
Ironisnya, alasan keterlambatan ini terkesan sepele namun mencerminkan manajemen yang tidak profesional.
Bendahara Penerimaan tidak memiliki kendaraan pribadi sehingga harus menunggu kendaraan online atau pegawai lain untuk menyetorkan uang ke bank.
Lebih parahnya lagi, uang retribusi disimpan di laci kantor atau dompet pribadi karena tidak ada brankas, menimbulkan risiko tinggi terjadinya penyalahgunaan dana.
• Pengelolaan Dana BOS yang Buruk: Selisih Mencurigakan
Laporan BPK juga menemukan ketidakwajaran dalam pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Pada 25 sekolah negeri di Tomohon, saldo awal tahun 2023 tidak dilaporkan dengan benar, menyebabkan selisih sebesar Rp74,8 juta.
Akibatnya, penyaluran dana BOS tahun 2023 lebih besar dari yang seharusnya.
Temuan ini menunjukkan kelalaian serius dalam verifikasi dan pemantauan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan serta manajer BOS, yang berujung pada potensi kerugian negara.
• Piutang Daerah yang Amburadul
Lebih jauh lagi, BPK menyoroti pengelolaan piutang daerah yang juga bermasalah.
Pemerintah Kota Tomohon mencatat saldo piutang sebesar Rp32,6 miliar pada akhir 2023, namun pengelolaannya dinilai belum memadai.
Salah satu yang disorot adalah piutang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) serta Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), di mana proses pencatatan dan penagihannya tidak dilakukan dengan baik, memperparah kondisi keuangan daerah.
• Kota Tomohon Terancam Stagnan di Bawah Kepemimpinan Carol Senduk
Dengan sederet masalah keuangan yang diungkap BPK, kepemimpinan Carol Senduk sebagai Wali Kota Tomohon patut dipertanyakan.
Menjelang Pilkada November mendatang, masyarakat Tomohon harus mempertimbangkan dengan serius apakah pemimpin yang terbukti gagal mengelola aset dan keuangan daerah masih layak untuk melanjutkan kepemimpinannya.
Kondisi ini mengindikasikan bahwa di bawah kepemimpinan Senduk, Kota Tomohon tidak hanya terancam stagnan, tetapi juga semakin terpuruk.
Dalam situasi ini, muncul nama Wenny Lumentut sebagai figur yang dianggap mampu memimpin Kota Tomohon pada periode berikutnya.
Wenny Lumentut, yang memiliki pengalaman politik dan reputasi yang lebih baik dalam manajemen publik, mungkin dianggap oleh sebagian masyarakat sebagai alternatif yang lebih baik untuk memimpin dan memperbaiki kondisi kota.
Pilkada mendatang akan menjadi momen penting bagi masyarakat Tomohon untuk menentukan arah masa depan kota mereka, dengan mempertimbangkan fakta-fakta yang diungkapkan oleh laporan BPK dan memilih pemimpin yang mampu mengatasi tantangan ini dengan efektif.**(IC)