RD Terseret Isu Penyalahgunaan Wewenang sebagai Pengurus LSM, Aktivis Pertanyakan Etika Kerja ASN

oleh -541 Dilihat

MANADO — pelopormedia.com ||Nama Rignolda Djamaludin, atau yang akrab disapa “Oda,” menjadi sorotan publik setelah terungkapnya dugaan penyalahgunaan wewenang terkait perannya sebagai pengurus beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Sulawesi Utara.

Oda, yang juga seorang dosen aktif di Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado, menjabat sebagai Direktur LSM Perkumpulan Kelola dan Ketua Asosiasi Nelayan Tradisional (ANTRA) Sulawesi Utara, di samping tugas utamanya sebagai ASN.

Oda dikenal sebagai salah satu aktor intelektual dalam berbagai gerakan masyarakat yang menentang proyek pemerintah dan pengembang swasta, termasuk kasus reklamasi pantai yang kontroversial di wilayah Manado seperti Reklamasi Sario, Malalayang, dan Sindulang.

Kiprahnya dalam advokasi lingkungan membuatnya menjadi sosok penting di kalangan aktivis dan masyarakat yang terdampak proyek-proyek tersebut.

Namun, keberadaannya sebagai ASN sekaligus pengurus LSM menimbulkan tanda tanya besar di kalangan aktivis lain.

Salah satu aktivis Deddy Loing, yang mempertanyakan etika kerja seorang pegawai negeri yang aktif mengurus LSM, terutama ketika lembaga tersebut seharusnya berperan sebagai kontrol atas kinerja pemerintah.

Baca juga  Pemerintah Kabupaten Gorontalo Utara Harus Tegas Terhadap Sanksi Hukum Terkait Penyerobotan Lahan Milik Riko Olii Yang Dilakukan oleh oknum Kades.

“Oda ini selalu cari-cari apa lagi dengan LSM-nya? Memang gajinya sebagai PNS tidak cukup?” ucap Deddy dengan nada skeptis.

Menurut Deddy, ketika seorang ASN memegang posisi penting dalam LSM, fungsi lembaga tersebut sebagai pengawas independen menjadi rentan dilemahkan.

• Kritik Etika dan Potensi Konflik Kepentingan:

Deddy Loing mengakui bahwa secara hukum tidak ada larangan bagi PNS untuk bergabung dengan LSM.

Namun, dari sisi etika, ia khawatir bahwa keberadaan PNS di struktur LSM dapat memunculkan konflik kepentingan.

“LSM itu adalah organisasi non-pemerintah yang berfungsi sebagai kontrol atas kebijakan pemerintah.

Tapi bagaimana mungkin fungsi ini berjalan optimal jika orang dalam pemerintahan sendiri yang mengelolanya?” ungkapnya.

Deddy juga menyebut adanya risiko penyalahgunaan lembaga untuk kepentingan tertentu, seperti melobi pihak yang terlibat kasus hukum atau untuk keuntungan pribadi.

“Ini berbahaya, bisa-bisa LSM hanya dijadikan alat untuk melobi atau berbagi keuntungan dengan penyidik kasus korupsi,” lanjutnya.

Baca juga  Anggota DPRD Manado Fraksi Golkar, Lady Olga, Ucapkan Selamat Hari Sumpah Pemuda

Menurut Deddy, situasi ini tidak hanya merusak reputasi LSM, tetapi juga mengancam kinerja ASN yang terlibat.

“Tidak mungkin mereka bisa fokus bekerja di dua lembaga yang berbeda, baik di institusi pemerintah maupun di LSM yang mereka pimpin,” katanya.

Deddy menyerukan agar Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) serta bagian Kesejahteraan Bangsa (Kesbang) yang bertugas mengawasi LSM, segera mengevaluasi keberadaan pegawai negeri yang aktif dalam organisasi tersebut.

“Kami akan segera mengajukan persoalan ini ke Kemendikbudristek untuk mendapatkan perhatian lebih lanjut,” tegasnya.

Kasus ini memunculkan diskusi lebih luas tentang peran dan fungsi LSM di Indonesia, serta batasan etika bagi pegawai negeri yang ingin terlibat dalam lembaga non-pemerintah.

Ke depan, banyak pihak berharap ada peraturan lebih tegas untuk menjaga independensi dan integritas LSM sebagai lembaga sosial kontrol.(**)

Yuk! baca berita menarik lainnya dari Pelopor Media di saluran WHATSAPP

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.