Kepala BKAD Manado Diduga Terlibat Pemborosan Dana Daerah, Aktivis Minta Polda Sulut Turun Tangan

oleh -1283 Dilihat

Manado — pelopormedia.com — Dugaan korupsi di lingkungan Pemerintah Kota Manado kembali mencuat, kali ini menyasar realisasi pembayaran honorarium yang dinilai jauh dari standar biaya umum dan standar harga satuan regional.

Aktivis anti-korupsi Deddy Loing mendesak Polda Sulawesi Utara untuk menyelidiki Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Kota Manado, Bart Assa, yang dianggap bertanggung jawab atas ketidaksesuaian ini.

Nilai kerugian daerah yang disinyalir mencapai Rp571.503.400,00 menjadi sorotan publik dalam tahun anggaran 2022.

Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Kota Manado Tahun 2022 menyajikan data mencolok terkait Belanja Barang Jasa yang dianggarkan sebesar Rp642.801.913.143,00, namun hanya terealisasi senilai Rp560.338.936.215,06 atau 87,17%.

Di dalam pos tersebut, teralokasi anggaran belanja honorarium senilai Rp6.569.842.500,00. Ironisnya, alokasi honorarium ini disebut-sebut tidak sesuai dengan aturan standar biaya yang berlaku, baik secara lokal maupun nasional.

Berdasarkan temuan audit BPK wilayah Sulut, terdapat dua indikasi pelanggaran yang signifikan:

1. Honorarium Melebihi Standar Biaya Umum (SBU) – Kegiatan Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida) atau Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) yang dilaksanakan oleh Bagian Perencanaan dan Keuangan Sekretariat Daerah, diadakan tiga kali pada tahun 2022.

Baca juga  LSM RAKO Ajukan Sengketa Informasi Publik terhadap BPJN Sulawesi Utara

Total honorarium senilai Rp115.600.000,00 dibayarkan sebesar Rp1.700.000,00 per orang per jam.

Namun, Standar Biaya Umum Pemerintah Kota Manado mengatur honorarium sebesar Rp1.700.000,00 per orang per hari, bukan per jam. Akibatnya, terdapat kelebihan pembayaran sebesar Rp78.030.000,00, yang dinilai melanggar ketentuan dan memperlihatkan indikasi pemborosan.

2. Honorarium Tidak Sesuai Standar Harga Satuan Regional (SHSR) – Ketidaksesuaian dengan SHSR yang diatur oleh Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2020 menunjukkan besarnya selisih dalam pembayaran.

Misalnya, honorarium narasumber dan penyuluhan yang tidak sesuai dengan standar mengakibatkan kelebihan anggaran sebesar Rp493.473.400,00.

Angka ini berasal dari berbagai pos, termasuk honorarium untuk narasumber sebesar Rp104.390.900,00, honorarium penyuluhan atau pendampingan Rp99.737.500,00, serta honorarium tim pelaksana kegiatan sebesar Rp289.345.000,00.

Pemerintah Kota Manado disebut telah mengabaikan ketentuan SHSR, yang seharusnya menjadi acuan dalam penyusunan APBD, sehingga mengakibatkan pemborosan anggaran.

Baca juga  Partai Gerindra Tugaskan Anggota DPR RI Dapil Sulawesi Utara Martin Daniel Tumbelaka di Komisi III

Kepala BKAD Manado dianggap lalai dalam memastikan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku.

Pencairan anggaran ini jelas tidak sesuai ketentuan, yang diduga berpotensi membuka ruang bagi praktik korupsi di lingkungan pemerintahan Kota Manado.

Deddy Loing, aktivis anti-korupsi yang memantau kasus ini, menyatakan bahwa pemborosan anggaran seperti ini seharusnya tidak terjadi apabila Kepala BKAD dan pejabat terkait mengawasi dengan baik prosedur pengeluaran anggaran.

“Ini adalah bentuk ketidakbertanggungjawaban yang sangat merugikan publik.

Polda Sulut perlu mengambil langkah untuk mengusut kasus ini secara menyeluruh agar tidak ada lagi kebocoran anggaran yang diselewengkan,” ujar Deddy.

Loing berharap Polda Sulut menindaklanjuti temuan tersebut untuk menjaga akuntabilitas keuangan di kota ‘Tinutuan’ ini.Hingga berita ini tayang belum ada keterangan resmi dari pejabat BKAD Manado.**(IC)

Yuk! baca berita menarik lainnya dari Pelopor Media di saluran WHATSAPP

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.