Bitung — pelopormedia com — Kasus sengketa tanah “Padang Pasir,” yang terletak di Kelurahan Pateten, Kota Bitung provinsi Sulawesi Utara yang bermula sejak tahun 1987 berperkara di Pengadilan kembali menjadi sorotan publik.
Sebagai pihak yang menang atas gugatan tanah ‘Padang Pasir’ sejak tahun 1987 berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Manado nomor 191/Pdt/1987.G/PN Mdo Cores Tampi Sompotan memberikan kuasa kepada Fien Sompotan pada tahun 1989.
Fien Sompotan menggunakan kuasa tersebut pada tahun 1993 untuk pelaksanaan eksekusi atas putusan 2286 K/Pdt/1989 dan menerima uang sejumlah Rp125.000.000,- (seratus dua puluh lima juta rupiah) dari PT (Persero) Pelabuhan Indonesia IV Bitung, walaupun pemberi kuasa yaitu Cores Tampi Sompotan sebagai pihak yang menang telah meninggal dunia pada tahun 1990.
“Seharusnya KUASA tersebut tidak digunakan lagi oleh Fien Sompotan pada tahun 1993, mengingat kuasa yang digunakan Fien telah berakhir secara hukum sejak meninggalnya opa Cores Tampi Sompotan pada tahun 1990.” Ujar Merry Rorong dalam keterangannya kepada media.
Merry Rorong, perwakilan keluarga ahli waris Cores Tampi Sompotan, mengungkapkan bahwa mereka memiliki data terkait penerimaan dana tersebut.
Lebih lanjut, Merry menegaskan bahwa mereka akan terus memperjuangkan hak atas tanah tersebut karena merasa dirugikan atas tindakan Fien Sompotan, yang awalnya hanya sebagai penerima kuasa dari Cores Tampi Sompotan.
Kasus ini tidak hanya menarik perhatian masyarakat tetapi juga LSM PHRI Sulut Jefran Deyong, Ketua Perlindungan Hak Rakyat Indonesia (PHRI) Sulawesi Utara, meminta aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti masalah ini.
“Kasus ini semakin terbuka di publik. Kami harap aparat segera turun tangan agar tidak ada pihak yang dirugikan lebih jauh,” ucap Jefran.
Jefran Deyong juga mengatakan bahwa “kasus ini memang memiliki banyak celah hukum yang perlu ditelusuri lebih lanjut.
Salah satunya adalah penggunaan kuasa setelah pemberi kuasa meninggal dunia, yang menurut hukum perdata seharusnya tidak lagi berlaku,” tambahnya.
“Pengadilan seharusnya bisa memberikan keadilan, kepastian dan perlindungan hukum bagi masyarakat, bukan malah sebaliknya.” Ucap Merry dengan haru.
“Kesalahan pembayaran kepada Fien Sompotan tahun 1993 tersebut harusnya bisa menjadi pelajaran untuk tidak terjadi lagi.
Untuk itu semoga Bapak Presiden Prabowo dan Bapak Wakil Presiden maupun jajarannya yang memiliki kewenangan sebagai Pemimpin dan penyelenggara negara ini, mohon dapat membawa negara ini menjadi lebih baik, lebih adil, lebih makmur dan bermartabat.” Tambah Merry sebagai pernyataan penutup kepada media dan ungkapan harapan untuk Indonesia yang lebih baik.**(IC)