Minahasa Tenggara, pelopormedia.com || Di balik hamparan tanah yang seharusnya menunggu keputusan hukum, suara raungan alat berat justru menggema nyaring. Di salah satu titik rawan tambang ilegal di Minahasa Tenggara, kisah ini bermula dari sebuah Surat Ukur Tanah Reg, No : 763/SU/GT/RTS/I/2018 tgl 29 Januari 2018 atas nama Grace Sarendatu yang telah disita dan kini menjadi bukti Penyidik dalam Perkara Pemalsuan, Laporan Polisi Nomor : LP/B/403/VIII/2021/Sulut/Spkt,tanggal 26 Agustus2021.
Tokoh utamanya adalah GS alias Grace seorang oknum notaris yang telah lama menyandang status tersangka dalam kasus tersebut.
Meskipun Berkas Perkaranya sudah diajukan kembali oleh Penyidik Kriminal umum Polda Sulut ke Kejaksaan Tinggi Sulut, tetapi Jaksa dan penyidik masih terus melakukan koordinasi untuk melengkapi berkas, namun aktivitas di lokasi perkebunan Alason Ratatotok yang disengketakan itu terus berjalan.
Ironisnya, justru pihak-pihak yang tidak berkaitan langsung dengan pemilik sah maupun proses hukum, kini diduga mengambil alih lahan dan melakukan aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI).
Nama-nama seperti oknum Ko Hendra,Iti, Stevi dan Oleng yang mengatakan bahwa mereka telah bekerjasama dengan oknum GS alias Grace berada di balik aktivitas ilegal ini.
Dengan menggunakan alat berat mereka saat ini diduga sedang merusak dan mengeruk isi perut bumi tanpa memperdulikan status hukum lahan.
Sejumlah pihak yang peduli terhadap ketertiban dan keadilan mengaku telah beberapa kali mendatangi lokasi dan meminta penghentian kegiatan. Respons di lapangan menunjukkan penghentian sesaat.
Namun, berdasarkan pantauan dan laporan lanjutan, aktivitas tersebut kembali berjalan begitu mereka pergi.
Situasi ini telah berulang kali dilaporkan ke Polres Minahasa Tenggara, khususnya kepada Kasat Reskrim IPTU Lutfi Pratama melalui sambungan telepon dan pesan singkat WhatsApp,namun kenyataannya di lapangan tak kunjung berubah.
Aktivitas pertambangan ilegal tetap berjalan, seolah hukum kehilangan tajinya di hadapan kekuatan alat berat dan kepentingan para investor tambang.
Tanah yang tengah diproses hukum dan belum memiliki kejelasan kepemilikan sah sejatinya tak layak diolah, apalagi untuk kegiatan berskala besar seperti pertambangan menjadi bom waktu.Risiko hukum dan konflik sosial menjadi bayang-bayang yang kian nyata.
Sumber yang berkaitan dengan lahan tersebut yang enggan disebutkan namanya menegaskan bahwa :
“Kami sudah cukup bersabar. Bila tak ada tindakan dari yang berwenang, kami akan hentikan dengan cara kami sendiri”
Pernyataan ini adalah alarm keras, bukan hanya untuk aparat penegak hukum, tetapi juga bagi siapa saja yang terlibat atau membiarkan praktik tambang ilegal terus berjalan di atas tanah yang sedang berperkara
Dalam ketegangan yang nyaris meledak, pertanyaan utamanya tetap menggantung: Di mana keberanian hukum berdiri saat tambang ilegal berjalan di atas tanah yang masih berperkara ?
Hingga berita ini tayang para pihak yang ditudingkan belum memberikan keterangan resmi,redaksi menunggu hak jawab atau klarifikasi terkait berita ini.**(tim)