Sulut — pelopormedia.com — Pemilihan dan Pelantikan Dekan Fakultas Kedokteran pada tanggal 18 April 2023 merupakan titik awal digugatnya Rektor Unsrat di PTUN Manado oleh karena dekan terpilih umurnya telah melewati 61 tahun. Setelah proses peradilan akhirnya PTUN Manado menerima semua gugatan Dr, Theresia Kaunang dengan putusan “Menyatakan batal Surat Keputusan Rektor Unsrat Universitas Sam Ratulangi Nomor: 673/UN12/KP/2023 Tentang Calon Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Periode 2023-2027 Berdasarkan Penilaian Portofolio tertanggal 10 April 2023 dan Surat Keputusan Rektor Unsrat Universitas Sam Ratulangi Nomor: 704/UN12/KP/2023 Tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Dalam Jabatan Tugas Tambahan sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Sam Ratulangi Periode 2023-2027 Tertanggal 18 April 2023”. Putusan PTUN Manado ini bahkan telah diperkuat pada peradilan tingkat Banding (Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Manado Nomor 91/B/2023/PT.TUN.Mdo tanggal 1 Februari 2024) dan peradilan tingkat Kasasi di Mahkamah Agung (Putusan Mahkamah Agung Nomor 258 K/TUN/2024 tanggal 12 Agustus 2024, dengan kata lain status 3-0.
Ada dalil yang dipakai Rektor Unsrat di pengadilan PTUN tingkat pertama yaitu status Doktor (S3) dari Theresia Kaunang di SI ASN yang belum dicantumkan/belum tervalidasi/belum diakui pada saat mendaftar sebagai calon Dekan Fakultas Kedokteran, dengan kata lain Rektor Unsrat nyatakan Theresia Kaunang tidak memiliki kualifikasi sebagai calon dekan karena gelar S3 belum tervalidasi di BKN. Menjadi pertanyaan bagaimana dengan S3 Nova Kapantow apakah sudah tervalidasi juga?
Nova Kapantow mendapat izin belajar dari Rektor Unsrat Prof Paruntu mengambil program doktor di Program Studi Manajemen Pendidikan di Universitas Negeri Manado pada tahun 2002 dan terdaftar dengan NIM 7617022782 atau angkatan tahun 2002 kemudian lulus pada tahun 2020 di Universitas Negeri Jakarta dengan NIM angkatan tahun 2002 (sumber PDDIKTI). Jangka waktu penyelesaian program doktornya selama 18 (delam belas) tahun atau 36 (tigapuluh enam) semester dan masa studi ini tidak sesuai dengan aturan dan pedoman akademik. Seyogyanya masa kuliah S3 maksimal 7 (tujuh) tahun dengan demikian masa kuliahnya telah terlampaui 2 kali dan pada periode tersebut telah terjadi pergantian Presiden sebanyak 4 (empat) kali serta pergantian Menteri yang membidangi Pendidikan sebanyak 7 kali.
Ada yang menarik jika perhatikan mahasiswa yang ikut Program studi ini dimana dari 21 (dua puluh satu) orang mahasiswa yang terdaftar, hanya 2 (dua) orang yang lulus setelah 18 tahun kemudian yaitu Prof Nova Kapantow (Dekan Fakultas Kedokteran Unsrat) dan Prof Barnabas Harold Ralp Kairupan. (Ketua Senat Unsrat)
Bagaimana dengan program perkuliahannya? Apakah ada kerjasama antara UNJ dan UNIMA yang telah mendapat persetujuan Dirjen Dikti? Atau inilah program kelas jauh yang telah dilarang?. Pada tahun 1997 Dirjen Dikti telah mengeluarkan surat dengan No 2559/D/T/1997 tentang Larangan Penyelenggaraan Kelas Jauh Selanjutnya Prof Satryo Soemantri Brodjonegoro (saat ini menjabat sebagai Menteri Pendidikan Tinggi, Sain dan Teknologi) mempertegas larangan dengan mengeluarkan surat edaran Dirjen Dikti Nomor 2630/D/T/2000 bahwa kelas jauh selain model UT dilarang. UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistim Pendidikan Nasional, hanya mengenal pendidikan jarak jauh sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 ayat 15, dan Pasal 31 ayat 1, 2, 3, 4.
Pelarangan kelas jauh kembali dipertegas oleh Direktur Kelembagaan Dirjen Dikti melalui surat pada bulan Februari dengan nomor surat 595/D5.1/2007 bahkan dalam surat ini ditegaskan bahwa ijazah yang dikeluarkan melalui kelas jauh atau kelas Sabtu Minggu adalah tidak sah. Pada bulan maret 2007 kembali Direktur Kelembagaan mempertegas larangan kelas jauh melalui surat edaran nomor 058/003/22/KL/2007. Dengan demikian kelas jauh adalah hal yang sangat-sangat dilarang oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Memperhatikan aturan-aturan yang ada maka dapat dikatakan program tersebut adalah kelas jauh dan jika ada kerjasama antara kedua universitas maka dipastikan tidak akan disetujui oleh Dikti. Pembelajaran jarak jauh yang diakui oleh Dikti dan diijinkan hanyalah yang diselenggarakan oleh Universitas Terbuka (UT). Jika tidak ada persetujuan Dikti maka gelar yang diperoleh tidak sah bahkan ijazah pun tidak sah.
Pada tahun 2007 Nova Kapantow yang masih berstatus mahasiswa di Unima/UNJ masuk Program doktor S3 Ilmu Kedokteran di Unhas dan dinyatakan putus studi atau DO pada tahun 2013. Nama yang dipakai agak berbeda sedikit yaiitu Kapantow dan Kapantouw. (sumber PDDIKTI). Salah seorang dosen yang kuliah bersama Nova Kapantow nyatakan bahwa Nova sempat menerima beasiswa. Sangat kompleks kasus Nova Kapantow berhubung izin belajar yang diperoleh hanya untuk UNIMA tetapi bias mempunyai tiga NIM yaitu sebagai mahasiswa UNIMA, sebagai mahasiswa UNJ dan sebagai mahasiswa UNHAS.
Nova Kapantow yang lulus S3 di tahun 2020 (dengan masa kuliah yang spektakuler ) baru diusul pencantuman gelarnya di bulan Januari 2023, setelah Rektor Unsrat Unsrat Prof Berty Sompie dilantik. Surat usulan pencantuman gelar dari Kemendikbud ristek ke BKN tertanggal 30 Januari 2023 dan mendapat persetujuan /pengakuan Doktornya dari BKN berdasarkan Surat no 27347/B-MP.01.03/SD/DII/2023 tertanggal 3 Mei 2023 yang ditandatangani oleh Direktur Pengadaan dan kepangkatan BKN.
Memperhatikan tanggal surat dari BKN dan tanggal pelantikan dekan Fakultas Kedokteran yaitu 18 April 2023 maka dapat dipastikan sejak penjaringan calon dekan hingga dilantiknya Nova Kapantow sebagai Dekan Fakultas Kedokteran, gelar doktornya (S3) belum diakui oleh BKN dan status ini sama dengan status Theresia Kaunang. Ada dugaan Rektor Unsrat dengan sadar telah berupaya menyembunyikan status belum diakuinya Doktor dari Nova Kapantow di BKN tetapi mempermasalahkan status Doktor dari Theresia Kaunang. Rektor juga permasalahkan Theresia Kaunang tidak mendapat tugas belajar tetapi status Nova Kapantow yang tidak jelas disembunyikan.
Jika Rektor Unsrat memakai alasan status Doktor yang belum diakui oleh BKN kemudian Rektor Unsrat bertindak dengan jujur dan adil maka Nova Kapantow dan Theresia kaunang tidak layak menjadi calon dekan Fakultas Kedokteran. Integritas Rektor dipertanyakan
Inspektoral Jenderal Kemendikbud ristek telah melakukan Audit dengan Tujuan Tertentu sehubungan dengan S3 (Doktor) dari Nova Kapantow. Tim Itjen telah mendatangi UNJ, UNIMA, UNSRAT, Dikti dan memanggil Nova Kapantow untuk di BAP.
Rektor Unsrat Prof Berty Sompie yang telah melanggar Permen Statuta Unsrat dengan melantik Prof Nova Kapantow yang telah berumur 61 tahun 5 bulan kembali melakukan pelanggaran yang kedua kalinya dengan melantik Prof Venetia Danes yang telah berumur 61 tahun 8 bulan sebagai Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat. Pada tanggal 28 Juni 2024 kembal Rektor Unsrat melanggar aturan dengan melantik Dr Ralfie Pinangsang sebagai Warek III dimana umur yang bersangkutan adalah 61 tahun 2 minggu. Rektor Unsrat telah melakukan pelanggaran untuk hal yang sama sebanyak 3 (tiga) kali.
Ada pepatah keledai tidak akan jatuh pada lubang yang sama. Pepatah ini mempunyai pesan bahwa seseorang harus belajar dari kesalahan yang pernah diperbuatnya dan dapat menjadi pelajaran yang berharga untuk bertindak di kemudian hari. Menjadi pertanyaan, Bagaimana jika kesalahan yang sama dilakukan kembali??
Putusan pengadilan telah inkracht dan berkekuatan hukum tetap oleh karena itu Rektor Unsrat wajib melaksanakan putusan tersebut terlebih Rektor Unsrat telah menandatangani Pakta Integritas dimana Rektor Unsrat harus patuh terhadap peraturan perundang-undangan dalam melaksanakan tugas. Pada kenyataannya kembali Rektor Unsrat melakukan pembangkangan dengan tidak melaksanakan putusan pengadilan.
Banyak pihak berharap agar Kementerian memberi sanksi atas pembangkangan yang berulang kali dilakukan oleh Rektor dan meninjau kembali gelar S3 Prof Nova Kapantaow dan Prof Ralph Kairupan.
Hingga berita ini di tayangkan belum ada keterangan resmi dari pihak terkait yang ditudingkan.**(red)