Sulut — pelopormedia.com — Proses penjaringan bakal calon Rektor Universitas Negeri Manado (UNIMA) baru-baru ini memanas akibat dugaan praktik politik uang yang mencoreng dunia akademik.
Berdasarkan informasi dari salah satu Dosen yang enggan disebutkan namanya, dalam proses penjaringan bakal calon Rektor, beredar kabar bahwa setiap suara senat dihargai hingga Rp 100 juta.
“Salah satu kandidat, bahkan telah melakukan karantina para pendukung di Hotel Yama dekat Kampus, dan hal ini sudah tercium oleh aparat penegak hukum,” ujarnya.
Situasi ini menjadi perhatian serius setelah diketahui bahwa Pelaksana Tugas (Plt.) Rektor UNIMA adalah Irjen Kementerian, yang biasanya abstain dalam pemungutan suara demi menjaga netralitas, justru ikut memberikan suara.
Tindakan ini memunculkan dugaan bahwa Plt. Rektor terlibat dalam pusaran uang suap yang disinyalir memengaruhi hasil pemilihan.
“Biasanya Plt. abstain dalam pemilihan seperti ini. Tapi kali ini, Plt. Rektor ikut memberikan suara.
Banyak yang menduga ada keterlibatan langsung dalam skema politik uang yang mencoreng integritas akademik,” ungkap Dosen tersebut kepada PeloporMedia.
Proses penyaringan bakal calon rektor disebut berjalan dengan nuansa tegang. Diskusi yang seharusnya mengedepankan ide dan visi-misi akademik justru dibayangi isu transaksi uang untuk mendapatkan suara.
Praktik semacam ini tidak hanya merusak citra UNIMA, tetapi juga mencerminkan degradasi moralitas di lingkungan pendidikan tinggi.
Berbagai pihak mulai mempertanyakan transparansi dan integritas pemilihan tersebut.
Praktik politik uang dianggap mencederai prinsip meritokrasi yang seharusnya menjadi landasan utama dalam menentukan pemimpin di dunia akademik.
“Jika benar uang Rp 100 juta per suara itu ada, maka ini bukan sekadar pelanggaran etika, tetapi juga pelanggaran hukum yang harus diusut tuntas,” ujar seorang akademisi yang prihatin dengan situasi tersebut.
Dugaan keterlibatan Plt. Rektor yang dijabat oleh Irjen Kementerian dalam politik uang juga memicu desakan agar Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan Tinggi segera turun tangan.
Selain itu, beberapa pihak mendesak agar proses pemilihan dihentikan sementara hingga investigasi selesai dilakukan.
UNIMA, sebagai salah satu institusi pendidikan tinggi terkemuka di Sulawesi Utara, kini berada dalam sorotan publik.
Jika tidak segera dilakukan langkah transparan dan akuntabel, dugaan ini dapat merusak reputasi universitas dan menciptakan preseden buruk bagi pemilihan pemimpin di dunia pendidikan.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak UNIMA belum memberikan tanggapan resmi terkait isu ini. (IP)