Sistem Proposional Tertutup,Ini Menurut Pakar Politik Ferry Liando

oleh -799 Dilihat

M A N A D O – pelopormedia.com – Resiko jika sistem proporsional daftar tertutup atau (SPDTt) yang berlaku, maka pemilih tidak akan mencoblos nama caleg tetapi hanya akan mencoblos logo parpol. Secara teknis sistim ini memang lebih mudah baik dari pencetakan surat suara, pendistribusuan, pencoblosan, penghitungan hingga rekapitulasi.

KPU tidak perlu melakukan sortir nama calon secara ketat, tidak perlu khawatir surat suara tertukar dapil, surat suara tidak sulit dibuka, dicoblos, dan dilipat karena ukurannya tidak terlalu panjang dan lebar serta mekanisme rekapitulasi yang mudah karena penghitungannya bukan per caleg tapi cukup parpol saja. Pada pemilu 2019, banyak KPPS meninggal karena kelelahan dalam melakukan penghitungan suara. Dari aspek pembiayaan pengadaan surat suara tentu lebih efesien karena materi yang termuat lebih simpel. Rabu, (7/6/2023)

Namun jika SPDTt yang akan dipilih maka akan sangat beresiko bagi parpol itu sendiri.
Selama ini proses politik yang terjadi diinternal sebagian parpol adalah kebiasaan mewajibkan imbalan bagi siapa saja yang hendak membutuhkan posisi.

Contohnya saja dalam hal suksesi ketua parpol di daerah, ada kewajiban uang setoran bagi masing-masing calon. Siapa yang menawar dengan nominal tertinggi maka jabatan akan diberikan kepadanya. Musyawarah daerah atau musda hanyalah formalitas belaka bahkan telah terpilih jauh sebelum musda. Tidak heran jika pasca musda banyak parpol konflik karena kader parpol merasa terhianati karena yang terpilih bukanlah kader yang ikut berkeringat membesarkan parpol.

Kewajiban imbalan juga kerap dilakukan parpol pada saat suksesi kepala daerah. Parpol mewajibkan mahar (candidatie buying) bagi siapa saja yang hendak dicalonkan.

Baca juga  Merasa Kebal Hukum oknum CN Alias Christien Dugaan Mafia BBM Bersubsidi Tak Perduli Polisi Maupun Wartawan

Pada momentum pemilu, sebagian parpol juga kerap memperjualbelikan kartu tanda anggota (KTA) kepada siapa saja yang ingin menjadi caleg. UU Pemilu menyebutkan bahwa syarat caleg harus memiliki KTA. Meski bukan kader parpol tapi jika seseorang memiliki KTA maka memungkinkan baginya memenuhi syarat menjadi caleg.

Pada saat pembentukan kabinet, terendus kabar banyak pihak yang menyetorkan uang ke parpol agar menjadi utusan parpol pada jabatan menteri.

Pemilu 2019 dan pemilu sebelumnya, meski telah menggunakan sistem proporsional daftar terbuka (SPDTb) namun terdapat parpol membatalkan penetapan calon yang memiliki suara terbanyak dengan menggantikannya dengan calon peraih suara lebih sedikit. Modusnya adalah membatalkan KTA.

SPDTt berpotensi makin menjadikan parpol makin korup. Jika parpol memiliki kewenangan absolut menentukan siapa yang berhak menjadi anggota DPR/DPRD bisa jadi akan di tentukan oleh setoran tertinggi. Ada semacam sistim lelang. Pemenangnya ditentukan oleh tawaran tertinggi.

SPDTt sebetulnya sangat efektif membendung pemilih pragmatis dan calon yang kerap terbiasa menyuap pemilih pada setiap kali pemilu. Dasar pemilih dalam memilih kerap ditentukan oleh imbalan dari calon, sehingga sebagian yang terpilih jauh dari standar yang di harapkan. SPDTt juga dapat mencegah persaingan tidak sehat antar calon dalam satu parpol yang sama serta SPDTt dapat mencegah adanya politisasi SARA dan konflik sosial akibat politik adu domba tim sukses calon.

Baca juga  Satgas SIRI Tangkap Mantan Dirjen Perkeretaapian, Ditahan Sebagai Tersangka Korupsi Proyek Rel Kereta Api Medan

Lantas dalam kondisi seperti apa SPDTt bisa efektif?

SPDTt akan efektif jika semua parpol peserta pemilu memiliki kelembagaan yang kuat. Ciri-cirinya adalah :

Pertama parpol harus memiliki sistim kandidasi yang tersistematis, prosedur dan selektif. Parpol yang memiliki sistim rekrutmen, kaderisasi dan seleksi yang tertata rapi sangat efektif mendukung SPDTt. Selama ini belum banyak parpol yang melakukan sistim kaderisasi yang baik serta proses seleksi yang objektif. Calon parpol baru di tunjuk pada saat tahapan pencalonan DPR/DPRD di buka. Harusnya jauh sebelum tahapan pencalonan, parpol sudah menyeleksi dan wajib melalui proses uji publik sebagaimana tuntutan UU no 2 tahun 2008 tentang parpol. Tanpa seleksi terbuka maka membuka peluang terjadinya jual beli KTA, mahar dan politik dinasti/kerabat elit parpol. Di jaman orde baru, Golkar menerapkan syarat calon harus memiliki persyaratan memiliki prestasi, loyalitas, dedikasi dan tidak tercelah (PLDT). Cara ini masih relevan untuk diadopsi.

Kedua, SPDTt akan efektif jika kemampuan finansial parpol sudah mapan. Jika belum maka parpol akan memanfaatkan imbalan bagi calon sebagai kompensasi kursi.

Ketiga SPDTt akan efektif jika tradisi oligarki dan politik kekerabatan dapat dikenadalikan. Jika parpol masih dikendalikan oleh pemilik modal, maka bisa jadi calon yang terpilih merupakan titipan. Demikian juga dengan terpilihnya caon karena memiliki kedekatan dengan elit parpol. Tutup Liando. (ican)

Yuk! baca berita menarik lainnya dari Pelopor Media di saluran WHATSAPP

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.