Manado, PM – Di tengah dinamika kebijakan publik yang seringkali terseret oleh wacana besar, Gubernur Sulawesi Utara, Mayjen TNI (Purn) Yulius Selvanus SE, mengambil satu langkah sederhana namun berdampak besar: membenahi toilet sekolah.
Sepintas, program ini tampak biasa saja. Namun jika kita menyelami maknanya, ini adalah kebijakan dengan akar filosofis yang dalam—soal peradaban, pendidikan, dan karakter.
Dengan mengalokasikan dana Rp9 miliar untuk memperbaiki fasilitas toilet di SMA, SMK, dan SLB di 15 kabupaten/kota, Gubernur Yulius bukan sekadar menjalankan perintah Presiden Prabowo Subianto. Ia sedang meletakkan fondasi bagi masa depan pendidikan yang lebih bermartabat bagi masyarakat Sulawesi Utara.
“Toilet harus bersih, kering, dan tidak bau.” Tiga kata kunci ini, yang tampaknya sederhana, sejatinya adalah parameter dasar dari sebuah lingkungan belajar yang sehat dan manusiawi. Kita bisa membangun gedung sekolah megah, melengkapi laboratorium dengan teknologi terkini, tetapi jika toilet masih kotor dan berbau, maka kita telah gagal memahami esensi pendidikan.
Lebih dari itu, Gubernur Yulius menyampaikan pesan moral yang kuat: jangan anggap remeh persoalan dasar. Toilet bukan sekadar fasilitas sanitasi—ia adalah cermin karakter, bukti bahwa kita peduli pada kesehatan anak-anak kita, dan tempat pertama mereka belajar tentang tanggung jawab sosial.
Pernyataan beliau—“Ini bukan kerja panas-panas tahi ayam”—adalah sindiran tajam serta warning kepada budaya kerja serampangan yang gemar pada proyek instan tanpa keberlanjutan. Gubernur Yulius ingin memastikan bahwa kebersihan bukan hanya proyek, tetapi menjadi budaya.
Ia bahkan membagikan kisah pribadinya tentang kecewa terhadap informasi yang tak sesuai realitas.
Sebuah pengakuan langka dari seorang pemimpin—bahwa data harus jujur, pelaksanaan harus nyata.
Itulah bentuk transparansi yang tak banyak kita jumpai.
Yang tak kalah penting adalah pesan beliau agar para kepala sekolah kreatif, aktif mengusulkan, dan mengajak siswa turut menjaga kebersihan.
Di sinilah letak nilai pendidikan karakter yang sejati.
Anak-anak tidak hanya diajarkan untuk menghitung dan membaca, tetapi untuk bertanggung jawab, menjaga lingkungan, dan mencintai kerapihan.
Kebijakan toilet ini, jika dijalankan dengan konsisten dan diawasi dengan cermat, bukan hanya akan menghasilkan toilet yang bersih.
Ia akan melahirkan generasi yang tahu arti tanggung jawab, peka terhadap kebersihan, dan peduli pada kenyamanan bersama.
Di tengah era gemerlap digital dan kecanggihan teknologi, barangkali memang sudah waktunya kita kembali ke dasar: toilet yang bersih sebagai awal dari bangsa yang berkarakter.(Januar)