Manado — pelopormedia.com — Polemik terkait pengangkatan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) periode 2023-2027 kian memanas setelah Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi yang diajukan oleh Rektor Unsrat, Prof. Dr. dr. Nova Hellen Kapantouw.
MA dalam putusan Nomor 258 K/TUN/2024 menegaskan bahwa pengangkatan dekan tersebut dinyatakan cacat hukum karena melampaui batas usia maksimal Aparatur Sipil Negara (ASN) yang diatur dalam regulasi nasional.
Keputusan Rektor tersebut dinilai melanggar Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 44 Tahun 2018 serta Peraturan Rektor Unsrat Nomor 02 Tahun 2019.
Meskipun Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Manado telah mengabulkan gugatan dari Dr. Kaunang dan membatalkan dua keputusan penting terkait pengangkatan dekan, yaitu:
1. Keputusan Rektor No. 673/UN12/KP/2023 mengenai penilaian portofolio calon dekan, dan
2. Keputusan Rektor No. 704/UN12/KP/2023 mengenai pemberhentian dan pengangkatan dalam jabatan tambahan sebagai Dekan Fakultas Kedokteran.
Namun hingga saat ini, pihak rektorat dikabarkan belum mengambil tindakan nyata atas putusan hukum yang sudah berkekuatan tetap tersebut.
Aktivis Deddy Loing menyebut bahwa sikap diam dari rektor ini hanya memperkeruh suasana dan membuat keresahan di kalangan akademisi.
“Sampai saat ini belum jelas, Rektor belum mengambil kebijakan terkait putusan yang sudah memiliki hukum tetap tersebut.
Saya meminta Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, yang baru dilantik dalam kabinet Merah Putih Bapak Satryo Brodjonegoro, untuk segera menindaklanjuti permasalahan ini,” ujar Loing.
Loing juga menambahkan bahwa “Kementerian Pendidikan Tinggi dan Saint juga harus mengutus tim khusus untuk Investigasi Kinerja para Pejabat UNSRAT serta jajarannya,” tambah Loing.
Ia menyebut keterlibatan menteri sangat penting agar tercipta kepastian hukum dan menghentikan potensi penyimpangan administrasi dalam pengelolaan kampus Unsrat.
Bagi sebagian besar pihak yang mengamati perkembangan ini, keputusan rektor dianggap melemahkan kepercayaan terhadap tata kelola kampus dan menunjukkan lemahnya kepatuhan terhadap aturan nasional.
Dikhawatirkan, jika persoalan ini terus dibiarkan tanpa solusi, reputasi Unsrat sebagai salah satu institusi pendidikan tinggi terkemuka di Indonesia dapat tercoreng.**(red)